Untuk hidup pokok, pertumbuhan,
produksi dan reproduksi hewan memerlukan zat-zat gizi. Bahan pakan ternak
mengandung zat – zat gizi yang diperlukan ternak untuk memenuhi fungsi-fungsi
tersebut. Para ahli pakan ternak telah mencoba
untuk mengadakan deskripsi terhadap bahan pakan ternak dan zat gizi yang
terkandung di dalamnya.
Berdasarkan nomenklatur
internasional, bahan pakan ternak dibagi ke dalam 8 kelas yaitu :
Kelas 1 : Forage kering dan “Roughage”
Yang termasuk dalam kelas ini adalah semua hay, jerami
kering, dry fodder, dry stover dan semua bahan pakan yang mengandung 18% atau
lebih serat kasar.
Kelas 2 : Pasture (hijauan), ramban
Yang termasuk dalam kelas ini adalah semua tanaman yang
diberikan secara segar sebagai hijauan atau hijauan segar.
Kelas 3 : Silase
Yang termasuk dalam kelas ini adalah semua bahan pakan yang
dipotong-potong atau dicacah dan difermentasikan
Kelas 4 : Makanan sumber energi
Yang termasuk dalam kelas ini adalah semua biji-bijian, hasil
ikutannya, buah-buahan, umbi-umbian. Yang dimasukkan dalam kelas ini untuk
biji-bijian adalah mempunyai kandungan protein kurang dari 20% dan 18% serat
kasar.
Kelas 5 : Makanan sumber protein
Adalah semua bahan pakan yang mempunyai kandungan protein 20%
atau lebih dan dapat berasal dari tanaman, hewan, ikan dan milk.
Kelas 6 : Makanan Sumber Mineral
Kelas 7 : Makanan Sumber Vitamin
Kelas 8 : Makanan Aditif
Yaitu zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan ke dalam
ransum seperti antibiotika, zat-zat warna, hormon dan obat-obat lainnya.
Mengingat sangat kompleksnya
penganalisaan bahan pakan, orang mencoba membuat penyederhanaan yaitu mencoba
mengelompokkan zat-zat makanan berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Usaha ini
telah dirintis oleh para sarjana Jerman sejak awal abad ke 16. Metode ini
dikembangkan dari Weende Experiment Station di Jerman oleh Hennerberg dan
Stochman pada tahun 1865, yaitu suatu metode analisis dengan menggolongkan
komponen makanan yang ada pada makanan. Cara ini hampir dipakai diseluruh dunia
dan disebut “analisis proksimat” (Maynard, 1980). Berdasarkan Gambar 1 bahwa
fraksi hasil analisis proksimat dalam bahan pakan adalah sebagai berikut :
1. Fraksi : Air
Komponen : air dan asam/basa yang
menguap (jika ada)
2. Fraksi : Abu
Komponen :
Elemen Esensial :
- Makro : Ca, K, Mg,Na, S, P, Cl
- Mikro : Fe, Mn, Cu, Co, I, Zn, Mo,
Se, Cr.
Elemen non esensial : Ai, Ni, Ti, Al,
V, B, Pb, Sn
3. Fraksi : Protein kasar
Komponen : Protein, asam amino, amine
nitrat, glikosida mengandung
N, glikolipida, Vitamin B, Asam
nukleat.
4. Fraksi : Ekstrak eter
Komponen : Lemak, minyak, malam
(lilin), asam organic, pigmen, sterol, vitamin-
vitamin A, D, E dan K
5. Fraksi : Serat kasar
Komponen : Selulosa, hemiselulosa dan
lignin
6. Fraksi : BETN
Komponen : Selulose, hemiselulose,
lignin, gula fruktan, pati, pectin, asam organic, resin, tannin, pigmen,
vitamin-vitamin yang larut dalam air.
Analisa
proksimat membagi karbohidrat menjadi dua komponen yaitu serat kasar dan BETN.
Tabel 1. Beberapa Zat Hidrat
Arang yang terdapat dalam BETN dan Bagian Serat Kasar pada Analisis Proksimat
Klasifikasi karbohidrat
|
Nama
|
Unit monosakarida
|
Kelarutannya di dalam Analisis
Serat
|
Bagian-bagian yang dipunyai
|
Monosakarida
|
Arabinosa
|
Larut semua
|
BETN
|
|
Xilosa
|
(C5H10O5)
|
|||
Ribosa
|
||||
Fruktosa
|
||||
Galaktosa
|
(C6H12O6)
|
|||
Glukosa
|
||||
Manosa
|
||||
Oligosakarida (<10
monosakarida)
|
Laktosa
|
|||
Maltosa
|
||||
Sukrosa
|
(C6H10O5)2*)
|
|||
Trahalosa
|
||||
Glikogen
|
(C6H10O5)n
|
|||
Oligosakarida (<10
monosakarida)
|
Hemi
|
Larut sebagian
|
Variabel
|
|
Araban
|
(C5H8O4)n
|
|||
Mannan
|
||||
Galaktan
|
(C6H10O5)n
|
|||
Selulosa
|
Tidak larut
|
Crude fiber
|
||
Lignin
|
Lignin
|
*) Hanya disakarida penting dalam pakan ternak
Seseorang yang mempelajari ilmu makanan ternak atau
cara pemberian makanan ternak secara praktis untuk ternak, akan berpendapat
bahwa nilai hasil analisis proksimat tidak memuaskan dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga harus didapat dengan cara lain. Hal ini bisa
dipahami, mengingat hasil analisis merupakan perkiraan. Misalnya untuk
menentukan nilai protein kasar suatu bahan pakan diperoleh dengan cara
mengalikan factor 6,25. Sementara tidak semua bahan pakan dapat dikalikan
dengan factor tersebut. Sehingga hal ini merupakan satu kelemahan dari hasil
analisis proksimat tersebut. Namun demikian hingga saat ini analisis proksimat
masih tetap digunakan, mengingat hingga saat ini belum ada metode untuk
menentukan nilai nutrient bahan pakan selain metode proksimat. Fraksi-fraksi
dalam bahan pakan yang terdiri dari campuran tidak dapat diketahui dengan cara
sederhana. Sementara angka yang dihasilkan dari analisis proksimat ternyata
masih terdapat kecocokan dengan angka yang dihasilkan melalui analisis kimia
yang lebih canggih. Hingga saat ini, cara analisis bahan pakan ternak secara
modern kenyataannya merupakan tambahan cara yang telah ada.
Selain metode proksimat, metode selanjutnya yang biasa
digunakan memisahkan komponen hijauan adalah metode Van Soest. Goering dan Van
Soest (1975) merintis suatu metode analisis serat hijauan yang membagi
karbohidrat pakan menjadi fraksi-fraksi berdasarkan ketersediaan nutrisinya
yang disebut metode Van Soest.
Prosedur analisis ini menurut Van Soest (1982),
membagi BK hijauann menjadi fraksi isi sel (NDS) yang kecernaannya rendah.
Prinsip kerjanya adalah material yang dapat larut diekstraksi dengan menggodok
sampel hijauan dengan larutan detergen netral mengandung Na-Lauril sulfat
selama satu jam, kemudian disaring. Penyusun dinding sel NDF dipisahkan melalui
filtrasi . Prinsip ADF dengan cara sampel digodok dengan larutan asam sulfurik
dari CTAB.
Bahan yang tidak larut yang
tersisa pada penyaring terutama terdiri dari lignoselulose dan silika disebut
ADF. Selanjutnya perlakuan ADF dengan asam Sulfurik 72% akan melarutkan
selulose dan pengabuan residu dilakukan untuk menentukan fraksi lignin termasuk
kutin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar