Sabtu, 21 Januari 2012

NUTRISI TERNAK BAB VII MINERAL DAN METABOLISMENYA


Mineral atau elemen anorganik merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% berat badan, sedangkan seluruh mineral dalam tubuh hanya 4%.
Perkembangan penelitian tentang mineral sejalan dengan penelitian nutrient lainnya, yaitu :
a. 1842, Chossat meneliti tentang kebutuhan kalsium yang diberikan dalam bentuk grain aditif terhadap pertumbuhan tulang normal pada burung (merpati).
b. 1916, Forbes et al, meneliti tentang pemberian dan konsentrasi negatif kalsium, fosfor dan magnesium pada sapi perah selama laktasi.
c. 1951. Handsard et al; Kleiber et al ; Smith et al meneliti tentang penggunaan radioaktif isotop dari kalsium dan fosfor terhadap metabolismenya pada sapi dan babi.
e. 1859, Lawes dab Gilbert mempublikasikan data tentang komposisi mineral pada perusahaan peternakan sapi, domba dan babi.
f. 1920, Bertrand di Perancis dan Mc Hargue di USA menggunakan ransum buatan untuk mempelajari fungsi biologi dari mineral makro dan mikro.
g. 1929, Lintzel melakukan percobaan dengan publikasi pertamanya berhubungan dengan metabolisme mineral pada peternakan, yang berjudul “Handbuch der Ernahrung und des Stoffwechsels der landw. Nutztiere”
h. 1920-32, Vernadskii, meneliti tentang hubungan komposisi kimia organisme dan kimia Earth’s crust.
i. 1938-42, Hevesy dan rekannya mulai menggunakan radioisotop untuk mempelajari tentang metobolisme mineral pada ternak.
j. 1946, D’yakov dan Golubentsova mempublikasikan buku pertamanya yanmg berhubungan dengan metabolisme mineral pada ternak.
k. 1946-49, Vinogradov menyatakan konsep tentang biogeokimia .
l. 1957-64, Koval,skii di Uni Sovyet membuat formulasi konsep hubungan antara ekologi geokimia sebagai cabang geokimia yang berhubungan dengan organisme dan tanah.
m. 1959-65, Cuthbertson et al, menyatakan metode faktorial untuk menentukan kebutuhan makroelemen dan penggunaannya di dalam ransum untuk peternakan.

Sistem pengklasifikasian mineral untuk mendeteksi dalam tubuh ternak menggunakan salah satu dari kriteria berikut :
a. Berdasarkan lokasi pada jaringan atau organ yang spesifik
b. Konsentrasinya dalam tubuh organisme
c. Fungsi pentingnya.

Berdasarkan lokasinya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Mineral yang lokasinya di dalam jaringan tulang (osteotropic). Termasuk di dalamnya Ca, Mg, Sr, Be, F, Va, Ba, Ti, Ra, lead dan elemen- elemen lainnya.
b. Mineral yang lokasinya di dalam retikuloendothelial yaitu : Fe, Copper, Mn. Ag, Chromium, Ni, Co, dan beberapa lanthanides.
c. Mineral yang tidak spesifik pada jaringan particular, yaitu Sodium, Pottasium, S, Cl, Li, Ru, Caesium.
Selanjutnya berdasarkan berdasarkan jumlahnya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Makro elemen Contohnya, Ca, P, K, Na, S, Cl dan Mg
b. Mikro elemen comtohnya Fe, Zn, F, Sr, Mo, Cu, Br, Si, Cs. I, Mn, Al Pb, Cd, B, Rb.
c. Trace elemen, contohnya, Se, Co, V, Cr, As, Ni,Li, Ba, Ti, Ag, Sn, Be, Ga, Ge, Hg, Sc, Zr, Bi, Sb, U,Th, Rh.
Berdasarkan fungsi biologis mineral diklasfikasikan ke dalam tiga kelas yaitu :
a. Mineral esensial (biogenic atau elemen biotik).
b. Mineral mungkin ensensial (kondisional)
c. Mineral yang fungsinya belum diketahui atau tidak diketahui sama sekali.
Fungsi – fungsi utama dari mineral adalah :
a. Berpartisipasi dalam pembentukan jaringan
b. Memelihara keseimbangan membran sel
c. Memelihara homeostatis cairan internal
d. Mengaktivasi reaksi biokimia melalui aksi dan system enzim
e. Langsung dan tidak langsung mempengaruhi fungsi dari kelenjar endokrin
f. Mempengaruhi simbiotik mikroflora pada saluran pencernaan.

Kebutuhan mineral adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri untuk ternak selain untuk hidup pokok dan produksi. Beberapa studi klasik tentang metabolisme mineral telah dilakukan pada kambing sebagai subjek percobaan. Hasil studi ini termasuk dari Fingerling (1911,1913) yang menggunakan Calsium dan Phosphos untuk kambing laktasi. Hart et al (1921 , 1924, 1927) dan Henderson dan Mc Gee melaporkan data metabolisme calsium pada kambing, yang mana berperan penting pada penemuan peranan vitamin D dalam absorbsi dan metabolisme calsium

Calsium
Calsium adalah nutrient kritis yang terdapat dalam formulasi ransum, untuk semua spesies ternak. Walaupun sebagian besar calsium dibentuk oleh tubuh terutama pada rangka, dan elemen penting lainnya seperti jaringan lunak. Defesiensi calsium pada ternak muda akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan, dan dapat mengakibatkan rapuh tulang (rakhitis). Untuk menghasilkan susu yang tinggi kalsium (Macy et al, 1953 ; Parkash dan Jennes, 1968), ransum untuk kambing laktasi membutuhkan kalsium tinggi. Fingerling (1911, 1913) menyatakan bahwa jika kambing tidak memperoleh sejumlah calsium dan phosphor pada makanannya, maka kambing akan mengambil mineral tersebut dari tempat penyimpanannya yang mempengaruhi susu dan komposisi susu yang dihasilkan. Jika defisiensi calsium terjadi selama seminggu, terjadi penurunan susu. Konsumsi kalsium yang tinggi pada kambing akan disimpan dalam tubuh dan produksi susu meningkat. Selain itu dilakukan percobaan mengenai interaksi mineral dengan metabolisme kalsium. Percobaan menggunakan ligated intestinal loops dalam anaestherized kambing dan injeksi calsium radioaktif (Gibbons et al, 1972) menunjukkan bahwa kalsium pada usus halus meningkatkan absorbsi karbohidrat dan oleh rendahnya konsentrasi sodium pada luminal. Calsium diabsorbsi pada duodenum, jejenum dan lebih rendah pada ileum.
Pada hewan yang merumput, kondisi calsium sering menjadi problem Kalsium yang rendah pada ransum berperan menurunkan produksi susu. Tingkat kalsium pada ransum juga berperan penting untuk mencegah parturient paresis (milk fever) .
Phospor
Phosphor dibutuhkan antara perkembangan jaringan dan tulang. Defisiensi phosphor akan menghasilkan pertumbuhan yang lambat, penurunan nafsu makan dan ketidakmampuan; sering terjadi pada rendahnya phospor di dalam darah. Fingerling (1911) menunjukkan bahwa kesimpulan umum tentang defisiensi calsium juga mengakibatkan difisiensi phospor. Defisiensi phosphor , saat konsumsi 1/5 dari keadaan normal, produksi susu menurun 60%. Penambahan P2O5 dan CaO ke dalam ransum atau pada tingkat 6 g phosphor dan 14 g calsium akan menghasilkan susu 10% pada 2 minggu dan 15-25% pada empat minggu dengan ransum yang mengandung isokalori dan isonitrogenous.
Sodium dan Chlorine
Sodium chloride adalah mineral yang biasanya disediakan oleh hewan. Kebutuhan antara sodium dan chloride, tetapi sodium adalah mineral tidak sedikit diperlukan (Schellner, 1972). Saat makanan yang disediakan bebas untuk dipilih, ternak ruminansia biasanya mengkonsumsi garam sesuai kebutuhannya walaupun tidak terlihat secara nyata. Hewan yang diberikan ransum tidak mengandung garam memperlihatkan penurunan konsumsi ransum dan mengkonsumsi tanah/partikel yang berasarl dari tanah. Jika ternak disediakan ransum yang tidak bebas untuk memilih, maka garam ditambahkan ke dalam ransum. Direkomendasikan tingkat pemberian adalah 0,5% pada ransum yang lengkap atau diberi sebagai suplemen.
Magnesium
Magnesium dibutuhkan oleh banyak sistem enzim dan dianggap membantu dalam fungsi sistem jaringan syaraf. Juga diasosiasikan dengan metabolisme calsium dan phospor. Symptom dari defisiensi magnesium antara lain merangsang kalsifikasi jaringan lunak. Sebagai catatan biasanya dihubungkan dengan masalah menimbulkan hypomagnesimia yaitu grass tetany, yang sering terjadi pada hewan yang sedang merumput pada pasture yang subur atau pada winter sereal pada pasture yang kaya N dan Pottasium.
Pottasium
Pottasium juga dibutuhkan relatif dalam jumlah besar biasanya disediakan oleh roughaghe- ransum dasar. Defisiensi marginal akan menghasilkan penurunan konsumsi ransum, pertumbuhan dan produksi susu. Beberapa akibat defisiensi dapat menyebabkan kurus dan miskin muscular tone. Pada domba masa pertumbuhan membutuhkan pottasium 0,5 % dalam ransumnya, pada sapi laktasi 0,8% (Wash, 1966). Pottasium yang biasanya digunakan sebagai suplemen adalah chloride, bicarbonat dan sulfat.
Sulfur
Sulfur merupakan komponen dari seluruh protein tubuh dan terutama terdapat lebih tinggi pada kambing tipe woll (hair), mengandung proporsi asam amino yang mengandung sulfur, antara lain methionin dan sistin. Defesiensi marginal menyebabkan miskinnya penampilan hewan dan lebih ekstrim menghasilkan kelebihan saliva, lacrimation dan alopecia tetapi defesiensi tersebut tidak terlihat nyata. Hasil studi dari Wheeler (1973) mengindikasikan potensi rendahnya sulfur pada forage sorghum. Hasil studi yang lain yaitu dari Gartner dan Hurwood (1976) mengindikasikasi bahwa asam tannin yang dikandung oleh tanaman seperti Acacia aneura menunjukkan ketidakcukupan ketersediaan sulfur. Direkomendasikan secara normal ratio sulfur –nitrogen adalah 1:10. Kebutuhan sulfur antara 0,16 sampai 0,32 % dalam ransum yang mengandung protein 10 sampai 20%. Sulfat antara lain sodium sulfate dan ammonium sulfat merupakan salah satu bentuk sulfur yang tersedia cukup banyak dalam formulasi ransum.
Iron
Iron adalah salah satu komponen dari darah yang dibutuhkan untuk mentransportasikan oksigen. Juga dibutuhkan oleh beberapa sistem enzim. Walaupun defesiensi iron jarang terjadi pada hewan yang merumput, tetapi ini dapat terjadi pada ternak muda menyebabkan penyimpanan iron tubuh sedikit pada saat lahir dan iron susu (Jennes, 1980). Para peneliti (Lintzel dan Radeff, 1931) melaporkan bahwa iron pada kambing lebih tinggi dibanding sapi. Ferro sulfat dan ferri sitrat tersedia lebih banyak dibanding ferri oksida sebagai sumber iron dan direkomendasikan untuk formulasi ransum.
Iodine
Iodine dibutuhkan untuk pembentukan tiroxin. Indikasi kekurangan iodine pada kelenjar tiroid menjadi besar, kondisi ini disebut gondok (Honeker, 1949). Hasil observasi sebagian besar frekuensinya terjadi pada hewan yang baru lahir khususnya menyebabkan kematian pada anak domba. Kekuranga iodine terjadi secara luas di dunia termasuk di negara bagian Amerika.
Copper dan Molybdenum
Copper dan molybdenum saling berhubungan satu sama lain dalam metabolisme tubuh hewan (Hernig et al, 1974). Tingkat kedua mineral tersebut dapat rendah atau tinggi atau salah satu rendah dan lainnya tinggi. Problem ini biasanya terjadi saat dalam keadaan normal tingkat copper rendah maka molybdenum tinggi. Copper akan diekskresi dan terjadi defisiensi. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan terapi copper.
Zinc
Kekurangan Zinc mengakibatkan sympton parakeratosis, kekakuan tulang sendi, pengeluaran saliva berlebihan, pembengkakan pada tanduk, kelebihan pertumbuhan, pengecilan testicles dan rendahnya libido (Neathery et al, 1973). Penurunan konsumsi ransum dan kurangnya berat badan juga terjadi akibat kekurangan zinc pada ransum. Zinc harus disuplai secara terus menerus disebabkan sedikitnya penyimpanan zinc dalam tubuh yang siap digunakan (NRC,1979). Pada ternak jantan muda yang sedang berkembang defiseinsi pada level 4 ppm (Neathery et al, 1973), pada betina dewasa 6-7 ppm saat laktasi. Penggunaan zinc sampai 1000 ppm menyebabkan keracunan.
Manganese
Difesiensi manganesse mengakibatkan malas berjalan, kelainan bentuk kaki dan penurunan reproduksi. Kelainan tidak nampak pada 5,5 ppm, tetapi tidak pada 90 ppm pada makanan (Anke et al, 1973b)
Mineral-Mineral lain
Fluorine dan selenium dapat disatukan antara satu dengan yang lain menyebabkan defisien dan racun pada pakan alami. Kekurangan Fluorine memperlihatkan gejala keracunan yang secara luas dihasilkan dari polusi industri. Kekurangan Se secara klasik menyebabkan penyakit pada jaringan putih (Hebert dan Cowan, 1971).
Cobalt adalah komponen vitamin B12. Kekurangan vitamin Vitamin B12 menyebabkan menurunnya nafsu makan, kurus, lesu, anemia dan penurunan produksi. Konsumsi pada domba 0,1 ppm diasumsikan sama dengan kambing. Pemberian biasanya dalam bentuk Cobalt sulfate atau cobalt chloride yang ditambahkan rata-rata 12 g per 100 kg garam yang tersedia untuk dikonsumsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar