Mineral
atau elemen anorganik merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain
karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% berat badan,
sedangkan seluruh mineral dalam tubuh hanya 4%.
Perkembangan
penelitian tentang mineral sejalan dengan penelitian nutrient lainnya, yaitu :
a.
1842, Chossat meneliti tentang kebutuhan kalsium yang diberikan dalam bentuk
grain aditif terhadap pertumbuhan tulang normal pada burung (merpati).
b.
1916, Forbes et al, meneliti tentang pemberian dan konsentrasi negatif kalsium,
fosfor dan magnesium pada sapi perah selama laktasi.
c.
1951. Handsard et al; Kleiber et al ; Smith et al meneliti tentang penggunaan
radioaktif isotop dari kalsium dan fosfor terhadap metabolismenya pada sapi dan
babi.
e.
1859, Lawes dab Gilbert mempublikasikan data tentang komposisi mineral pada
perusahaan peternakan sapi, domba dan babi.
f.
1920, Bertrand di Perancis dan Mc Hargue di USA menggunakan ransum buatan untuk
mempelajari fungsi biologi dari mineral makro dan mikro.
g.
1929, Lintzel melakukan percobaan dengan publikasi pertamanya berhubungan dengan
metabolisme mineral pada peternakan, yang berjudul “Handbuch der Ernahrung und
des Stoffwechsels der landw. Nutztiere”
h.
1920-32, Vernadskii, meneliti tentang hubungan komposisi kimia organisme dan
kimia Earth’s crust.
i.
1938-42, Hevesy dan rekannya mulai menggunakan radioisotop untuk mempelajari
tentang metobolisme mineral pada ternak.
j.
1946, D’yakov dan Golubentsova mempublikasikan buku pertamanya yanmg
berhubungan dengan metabolisme mineral pada ternak.
k.
1946-49, Vinogradov menyatakan konsep tentang biogeokimia .
l.
1957-64, Koval,skii di Uni Sovyet membuat formulasi konsep hubungan antara
ekologi geokimia sebagai cabang geokimia yang berhubungan dengan organisme dan
tanah.
m.
1959-65, Cuthbertson et al, menyatakan metode faktorial untuk menentukan
kebutuhan makroelemen dan penggunaannya di dalam ransum untuk peternakan.
Sistem
pengklasifikasian mineral untuk mendeteksi dalam tubuh ternak menggunakan salah
satu dari kriteria berikut :
a.
Berdasarkan lokasi pada jaringan atau organ yang spesifik
b.
Konsentrasinya dalam tubuh organisme
c.
Fungsi pentingnya.
Berdasarkan
lokasinya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Mineral yang lokasinya di dalam jaringan tulang (osteotropic). Termasuk di
dalamnya Ca, Mg, Sr, Be, F, Va, Ba, Ti, Ra, lead dan elemen- elemen lainnya.
b.
Mineral yang lokasinya di dalam retikuloendothelial yaitu : Fe, Copper, Mn. Ag,
Chromium, Ni, Co, dan beberapa lanthanides.
c.
Mineral yang tidak spesifik pada jaringan particular, yaitu Sodium, Pottasium, S,
Cl, Li, Ru, Caesium.
Selanjutnya
berdasarkan berdasarkan jumlahnya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Makro elemen Contohnya, Ca, P, K, Na, S, Cl dan Mg
b.
Mikro elemen comtohnya Fe, Zn, F, Sr, Mo, Cu, Br, Si, Cs. I, Mn, Al Pb, Cd, B,
Rb.
c.
Trace elemen, contohnya, Se, Co, V, Cr, As, Ni,Li, Ba, Ti, Ag, Sn, Be, Ga, Ge,
Hg, Sc, Zr, Bi, Sb, U,Th, Rh.
Berdasarkan
fungsi biologis mineral diklasfikasikan ke dalam tiga kelas yaitu :
a.
Mineral esensial (biogenic atau elemen biotik).
b. Mineral
mungkin ensensial (kondisional)
c.
Mineral yang fungsinya belum diketahui atau tidak diketahui sama sekali.
Fungsi
– fungsi utama dari mineral adalah :
a.
Berpartisipasi dalam pembentukan jaringan
b.
Memelihara keseimbangan membran sel
c.
Memelihara homeostatis cairan internal
d.
Mengaktivasi reaksi biokimia melalui aksi dan system enzim
e.
Langsung dan tidak langsung mempengaruhi fungsi dari kelenjar endokrin
f.
Mempengaruhi simbiotik mikroflora pada saluran pencernaan.
Kebutuhan
mineral adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri untuk ternak selain
untuk hidup pokok dan produksi. Beberapa studi klasik tentang metabolisme
mineral telah dilakukan pada kambing sebagai subjek percobaan. Hasil studi ini
termasuk dari Fingerling (1911,1913) yang menggunakan Calsium dan Phosphos
untuk kambing laktasi. Hart et al (1921 , 1924, 1927) dan Henderson dan Mc Gee
melaporkan data metabolisme calsium pada kambing, yang mana berperan penting
pada penemuan peranan vitamin D dalam absorbsi dan metabolisme calsium
Calsium
Calsium
adalah nutrient kritis yang terdapat dalam formulasi ransum, untuk semua
spesies ternak. Walaupun sebagian besar calsium dibentuk oleh tubuh terutama
pada rangka, dan elemen penting lainnya seperti jaringan lunak. Defesiensi
calsium pada ternak muda akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan,
dan dapat mengakibatkan rapuh tulang (rakhitis). Untuk menghasilkan susu yang
tinggi kalsium (Macy et al, 1953 ; Parkash dan Jennes, 1968), ransum
untuk kambing laktasi membutuhkan kalsium tinggi. Fingerling (1911, 1913)
menyatakan bahwa jika kambing tidak memperoleh sejumlah calsium dan phosphor
pada makanannya, maka kambing akan mengambil mineral tersebut dari tempat
penyimpanannya yang mempengaruhi susu dan komposisi susu yang dihasilkan. Jika
defisiensi calsium terjadi selama seminggu, terjadi penurunan susu. Konsumsi
kalsium yang tinggi pada kambing akan disimpan dalam tubuh dan produksi susu
meningkat. Selain itu dilakukan percobaan mengenai interaksi mineral dengan
metabolisme kalsium. Percobaan menggunakan ligated intestinal loops dalam
anaestherized kambing dan injeksi calsium radioaktif (Gibbons et al,
1972) menunjukkan bahwa kalsium pada usus halus meningkatkan absorbsi
karbohidrat dan oleh rendahnya konsentrasi sodium pada luminal. Calsium
diabsorbsi pada duodenum, jejenum dan lebih rendah pada ileum.
Pada
hewan yang merumput, kondisi calsium sering menjadi problem Kalsium yang rendah
pada ransum berperan menurunkan produksi susu. Tingkat kalsium pada ransum juga
berperan penting untuk mencegah parturient paresis (milk fever) .
Phospor
Phosphor
dibutuhkan antara perkembangan jaringan dan tulang. Defisiensi phosphor akan
menghasilkan pertumbuhan yang lambat, penurunan nafsu makan dan ketidakmampuan;
sering terjadi pada rendahnya phospor di dalam darah. Fingerling (1911)
menunjukkan bahwa kesimpulan umum tentang defisiensi calsium juga mengakibatkan
difisiensi phospor. Defisiensi phosphor , saat konsumsi 1/5 dari keadaan
normal, produksi susu menurun 60%. Penambahan P2O5 dan CaO ke dalam
ransum atau pada tingkat 6 g phosphor dan 14 g calsium akan menghasilkan susu
10% pada 2 minggu dan 15-25% pada empat minggu dengan ransum yang mengandung
isokalori dan isonitrogenous.
Sodium
dan Chlorine
Sodium
chloride adalah mineral yang biasanya disediakan oleh hewan. Kebutuhan antara
sodium dan chloride, tetapi sodium adalah mineral tidak sedikit diperlukan
(Schellner, 1972). Saat makanan yang disediakan bebas untuk dipilih, ternak
ruminansia biasanya mengkonsumsi garam sesuai kebutuhannya walaupun tidak
terlihat secara nyata. Hewan yang diberikan ransum tidak mengandung garam
memperlihatkan penurunan konsumsi ransum dan mengkonsumsi tanah/partikel yang
berasarl dari tanah. Jika ternak disediakan ransum yang tidak bebas untuk
memilih, maka garam ditambahkan ke dalam ransum. Direkomendasikan tingkat
pemberian adalah 0,5% pada ransum yang lengkap atau diberi sebagai suplemen.
Magnesium
Magnesium
dibutuhkan oleh banyak sistem enzim dan dianggap membantu dalam fungsi sistem
jaringan syaraf. Juga diasosiasikan dengan metabolisme calsium dan phospor.
Symptom dari defisiensi magnesium antara lain merangsang kalsifikasi jaringan
lunak. Sebagai catatan biasanya dihubungkan dengan masalah menimbulkan
hypomagnesimia yaitu grass tetany, yang sering terjadi pada hewan yang sedang
merumput pada pasture yang subur atau pada winter sereal pada pasture yang kaya
N dan Pottasium.
Pottasium
Pottasium
juga dibutuhkan relatif dalam jumlah besar biasanya disediakan oleh roughaghe-
ransum dasar. Defisiensi marginal akan menghasilkan penurunan konsumsi ransum,
pertumbuhan dan produksi susu. Beberapa akibat defisiensi dapat menyebabkan
kurus dan miskin muscular tone. Pada domba masa pertumbuhan membutuhkan
pottasium 0,5 % dalam ransumnya, pada sapi laktasi 0,8% (Wash, 1966). Pottasium yang biasanya
digunakan sebagai suplemen adalah chloride, bicarbonat dan sulfat.
Sulfur
Sulfur
merupakan komponen dari seluruh protein tubuh dan terutama terdapat lebih
tinggi pada kambing tipe woll (hair), mengandung proporsi asam amino yang
mengandung sulfur, antara lain methionin dan sistin. Defesiensi marginal
menyebabkan miskinnya penampilan hewan dan lebih ekstrim menghasilkan kelebihan
saliva, lacrimation dan alopecia tetapi defesiensi tersebut tidak terlihat
nyata. Hasil studi dari Wheeler (1973) mengindikasikan potensi rendahnya sulfur
pada forage sorghum. Hasil studi yang lain yaitu dari Gartner dan Hurwood
(1976) mengindikasikasi bahwa asam tannin yang dikandung oleh tanaman seperti Acacia
aneura menunjukkan ketidakcukupan ketersediaan sulfur. Direkomendasikan
secara normal ratio sulfur –nitrogen adalah 1:10. Kebutuhan sulfur antara 0,16
sampai 0,32 % dalam ransum yang mengandung protein 10 sampai 20%. Sulfat antara
lain sodium sulfate dan ammonium sulfat merupakan salah satu bentuk sulfur yang
tersedia cukup banyak dalam formulasi ransum.
Iron
Iron
adalah salah satu komponen dari darah yang dibutuhkan untuk mentransportasikan
oksigen. Juga dibutuhkan oleh beberapa sistem enzim. Walaupun defesiensi iron
jarang terjadi pada hewan yang merumput, tetapi ini dapat terjadi pada ternak
muda menyebabkan penyimpanan iron tubuh sedikit pada saat lahir dan iron susu
(Jennes, 1980). Para peneliti (Lintzel dan
Radeff, 1931) melaporkan bahwa iron pada kambing lebih tinggi dibanding sapi.
Ferro sulfat dan ferri sitrat tersedia lebih banyak dibanding ferri oksida
sebagai sumber iron dan direkomendasikan untuk formulasi ransum.
Iodine
Iodine
dibutuhkan untuk pembentukan tiroxin. Indikasi kekurangan iodine pada kelenjar
tiroid menjadi besar, kondisi ini disebut gondok (Honeker, 1949). Hasil
observasi sebagian besar frekuensinya terjadi pada hewan yang baru lahir
khususnya menyebabkan kematian pada anak domba. Kekuranga iodine terjadi secara
luas di dunia termasuk di negara bagian Amerika.
Copper
dan Molybdenum
Copper
dan molybdenum saling berhubungan satu sama lain dalam metabolisme tubuh hewan
(Hernig et al, 1974). Tingkat kedua mineral tersebut dapat rendah atau
tinggi atau salah satu rendah dan lainnya tinggi. Problem ini biasanya terjadi
saat dalam keadaan normal tingkat copper rendah maka molybdenum tinggi. Copper
akan diekskresi dan terjadi defisiensi. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan
terapi copper.
Zinc
Kekurangan
Zinc mengakibatkan sympton parakeratosis, kekakuan tulang sendi, pengeluaran
saliva berlebihan, pembengkakan pada tanduk, kelebihan pertumbuhan, pengecilan
testicles dan rendahnya libido (Neathery et al, 1973). Penurunan
konsumsi ransum dan kurangnya berat badan juga terjadi akibat kekurangan zinc
pada ransum. Zinc harus disuplai secara terus menerus disebabkan sedikitnya
penyimpanan zinc dalam tubuh yang siap digunakan (NRC,1979). Pada ternak jantan
muda yang sedang berkembang defiseinsi pada level 4 ppm (Neathery et al, 1973),
pada betina dewasa 6-7 ppm saat laktasi. Penggunaan zinc sampai 1000 ppm
menyebabkan keracunan.
Manganese
Difesiensi
manganesse mengakibatkan malas berjalan, kelainan bentuk kaki dan penurunan
reproduksi. Kelainan tidak nampak pada 5,5 ppm, tetapi tidak pada 90 ppm pada
makanan (Anke et al, 1973b)
Mineral-Mineral
lain
Fluorine
dan selenium dapat disatukan antara satu dengan yang lain menyebabkan defisien
dan racun pada pakan alami. Kekurangan Fluorine memperlihatkan gejala keracunan
yang secara luas dihasilkan dari polusi industri. Kekurangan Se secara klasik
menyebabkan penyakit pada jaringan putih (Hebert dan Cowan, 1971).
Cobalt
adalah komponen vitamin B12. Kekurangan vitamin Vitamin B12 menyebabkan
menurunnya nafsu makan, kurus, lesu, anemia dan penurunan produksi. Konsumsi
pada domba 0,1 ppm diasumsikan sama dengan kambing. Pemberian biasanya dalam
bentuk Cobalt sulfate atau cobalt chloride yang ditambahkan rata-rata 12 g per
100 kg garam yang tersedia untuk dikonsumsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar