Ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan yang
berbeda dengan ternak non ruminansia, dimana sistem pencernaan lebih kompleks.
Ternak ruminansia mempunyai lambung yang sebenarnya dan secara anatomi terbagi
menjadi tiga bagian yaitu rumen, retikulum dan omasum. Sesudah lahir, rumen,
retikulum dan omasum terus berkembang sampai benar-benar berfungsi. Pada anak
domba tahap transisi dimulai pada umur 3 minggu dan berakhir pada 9 minggu. 42
Sedangkan pada anak sapi fase ini
dimulai pada umur 5 minggu dan berakhir pada umur 12 minggu.
Susunan dari alat-alat pencernaan ternak ruminansia
adalah mulut, esophagus, rumen, retikulum, omasum, abomasums, usus halus, usus
besar, kolon anus.
Ternak ruminansia mengunyah pakannya dengan
mencampurkan sejumlah air liurnya yang dihasilkan oleh kelenjar saliva. Saliva
domba dan babi disekresikan dengan kecepatan 10-15 liter per hari dan pada sapi
75 – 100 liter per hari. Sekresi ini dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan,
kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi psikologis.
Kemampuan lain dari ternak ruminansia adalah mengembalikan pakannya dari
retikulo-rumen ke mulut (regurgitasi) untuk dimamah/dikunyah kembali. Proses
ini disebut ruminansi. Bagian-bagian pakan dari ruang depan (anterior) rumen,
karena daya vakum/hampa udara ditarik kembali ke esophagus dan mulut, bagian
cair segera ditelan lagi sedangkan bagian kasar (bolus) dikunyah ulang sebelum
dimasukkan kembali ke dalam rumen. Para ahli
telah menemukan bahwa bolus dikunyah ulang 40 sampai 50 kali sebelum ditelan.
Selanjutnya untuk waktu yang diperlukan dalam proses tersebut menurut beberapa
ahli bahwa pada sapi waktu untuk grazing 8 jam dan 8 jam untuk ruminansi.
Cairan retikulo rumen mengandung bakteri dan protozoa.
Konsentrasi bakteri kira-kira 109 tiap cc isin rumen, sedangkan jumlah
protozoa bervariasi kira-kira 105 sampai 106 setiap cc. Jenis-jenis bakteri
yang terdapat di dalam rumen disajikan pada Tabel berikut : 43
Species
|
Sumber
Energi
|
Produk
utama fermentasi
|
Bacteroides
succinogenes
|
Glukosa,
selulosa, selebiosa, pati
|
Asetat,
suksinat, format
|
Ruminococcus
albus
|
Glukosa,
selulosa
|
Asetat,
laktat, format
|
|
|
Etanol,
CO2H2
|
Ruminococcus
flavivacilus
|
Glukosa,
relulosa
|
Asetat,
suksinat
|
|
Xylan
|
Format,
H2
|
Butyrivibrion
fibrisolvans
|
Glukosa,
selulosa
|
Asetat,
butirat, laktat
|
|
Xylan,
pati
|
Format,
CO2, H2, etanol
|
Bateroides
ruminicola
|
Glukosa,
xylan, pati
|
Asetat,
propionat, suksinat
|
|
|
Format
|
Bateroides
amylophilus
|
Pati,
maltosa
|
Asetat,
suksinat, format
|
Selenomonus
ruminantium
|
Glukosa,
pati,
|
Asetat,
propionat, laktat
|
|
Laktat,
gliserol, suksinat
|
Format,
CO2
|
Streptococcus
bovis
|
Glukosa,
pati
|
Laktat
|
Lachnospira
|
Glukosa,
pati, pectin
|
Asetat,
laktat, format
|
|
|
Etanol,
CO2, H2
|
Succinivibrio
|
Glukosa,
dekstrin
|
Asetat,
suksinat, format
|
Peptostreptococcus
elsdenii
|
Glukosa,
glycerol, laktat
|
Asetat,
propionat, butirat
|
|
|
CO2, H2,
Asam kaproat
|
Vibrio
spesies (lipolitik)
|
Gliserol
|
Propionat
|
Methanobacterium
ruminantium
|
Format,
H2
|
Metana
|
Sumber : Arora (1989)
Pencernaan microbial lebih
penting terjadi pada ternak ruminansia, dimana memiliki kemampuan mencerna
bahan pakan berserat kasar tinggi pada rumennya. Pada ternak ruminansia,
pencernaan microbial mendahului pencernaan enzimatik, sebaliknya pada herbivora
(kuda), fermentasi microbial terjadi di bagian posterior saluran pencernaan.
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat dalam
Retikulorumen. Pakan ruminansia
mengandung selulosa, hemiselulosa, pati dan karbohidrat yang diperoleh dari
tanaman. Pencernaan selulosa dan hemiselulosa oleh setiap spesies ternak
diantara zat-zat yang menghasilkan energi tidak dibantu oleh enzim-enzim dari
tubuh ternak. Pencernaan karbohidrat ini tergantung pada enzim-enzim
mikroorganisme simbiotik yang menghambat satu atau banyak bagian saluran
pencernaan.
Hasil akhir pencernaan
selulosa dan hemiselulosa adalah asam lemak terbang dan gas. Sebagian besar
ransum masih ada residu dari bagian yang tidak dicerna atau tidak diabsorbsi,
sisa mikroflora dan atau hasil ikutan dari metabolisme intermedier (misalnya
kalsium dan besi) secara normal tidak terdapat dalam feses, tapi akhirnya
terdapat dalam caecum dan usus besar. Disini komponen organic dari gumpalan
feses mengalami fermentasi sampai suatu derajat yang terganung pada sifat
ransum dan spesies ternak.
Metabolisme Karbohidrat oleh Ruminansia
Glukosa
dalam pencernaan ruminansia bersifat sementara saja dan segera diubah melalui
pyruvat menjadi asam lemak terbang (VFA). Bakteri methagonik kemudian
menggunakan formate, H2 , dan CO2 untuk memproduksi methane. Proporsi
relatif asam lemak terbang bervariasi diantara pakan. Secara umum persentase
molar pada semua pakan hay adalah asetat 65%, propionat 20%, butirat 12% dan
lainnya seperti valerat, isovalerat dan isobutirat adalh 1%. Meningkatnya level
bijian sampai 70% dapat merubah asetat dan propionat masing-masing 40 dan 37
molar.
Perubahan persentase asam bukanlah suatu peristiwa
kebetulan tetapi hasil akhir dari suatu penyesuaian yang rumit dari biomass
dalam rumen. Perubahan ransum yang tiba-tiba (misalnya substrat mikrobial)
mempunyai pengaruh yang keras terhadap jumlah dan jenis kandungan
mikroorganisme rumen. Jumlah organisme sellulotik menurun jika pati yang
difermentasi meningkat. Tingkat perubahan masing-masing adalah akibat dari
interaksi yang rumit dan fantastik diantara species-species mikroba, jumlah dan
jenis mikroba produk akhir yang dihasilkan, penyerapan produk-produk ke dalam
darah dan berlalunya material-material ke saluran pencernaan. Analisis akhirnya
merupakan aksioma bahwa potensi oksidasi – reduksi dari biomass harus berada
dalam keadaan seimbang untuk keberhasilan reaksi-reaksinya dan dalam rumen
berhasil dikerjakan Van Soest telah menyadur konsep yang dilaporkan oleh Wolin
(1970) dan menggambarkan jenis-jenis persamaan yang ada dalam fermentasi
glukosa mwnjadi asam lemak terbang utama.
1. Asetat = C6H1206 + 2H2O → 2C2H4O2 + 2C02 + 8H
2.
Propionat = C6H12O6 → 2C3H6O2 → 2
[O] (jalur Acrylate)
3.
Butirat = C6H12O6 → C4H8O2 + 2CO2 + 4H
Sebenarnya persamaan tersebut memberitahukan kita
bahwa jika senyawa-senyawa tersebut diproduksikan, akan terdapat kelebihan 8
H/mole asetat, 4h/mole butirat dann kekurangan 4 H pada setiap mole propionat
yang terbentuk melalui jalur Acrylate. Oleh karena itu dalam fermentasi normal
terdapat kelebihan [H] dan kandungan rumen [rumen content] merupakan medium
pereduksi yang tinggi. Untuk keseimbangan, kelebihan hidrogen harus
dipindahkan. Methane adalah penyerap hidrogen yang membuat proses ini menjadi
seimbang. Methane tidak dapat dimetabolisme oleh hewan, oleh karena itu ia
murni merupakan energi pakan yang hilang. Upaya ekstensif telah dilakukan untuk
menurunkan produksi methane dan berarti berarti mengalihkan energinya ke
senyawa-senyawa yang dapat dimetabolisme oleh hewan. Salah satu yang paling
efektif dimiliki oleh Monensin. Karena sedikitnya methane yang diproduksi dan
keseimbangan oksidasi-reduksi harus tetap, maka perubahan persentase molar asam
lemak terbang mesti terjadi. Kenyataannya, terdapat kenaikan persentase
propionat yang nyata, VFA kekurangan [H] dan reduksi asetat mengakibatkan VFA
kelebihan [H]. Singkatnya, meskipun hal ini kompleks, fermentasi rumen adalah
suatu proses perubahan biokimia yang sangat halus. Ini adalh kerja dan akan
menjadi tantangan yang nyata bagi ahli biokimia ruminansia, mungkin dalam
jangka waktu yang panjang.
Hasil studi pioner dari Barcroft dan asosiasinya dan
penyelidikan berikutnya oleh peneliti lainnya, menjadikan lebih jelasnya dan
tidak bisa dipungkiri lagi bahwa asam-asam lemak yang diproduksi oleh aksi
mikrobial langsung diserap dari rumen, retikulum, omasum dan usus besar.
Penyerapan dari rumen adalah cepat dan peningkatan levelnya dalam darah portal
telah dicatat sekitar 10 menit setelah makan. Nampaknya proses berupa difusi
sederhana dengan tanpa memisahkan asam-asam berlangsung pada pH rumen yang
normal yaitu sekitar 6,7. Epitelium rumen bukanlah saringan sederhana tetapi
mempunyai kapasitas untuk memetabolime asam lemak terbang sebagaimana yang
diserap. Dipercaya 80-90% butirat diubah menjadi keton bodies (asam asetoasetik dan asam β-hidroksi-butirat). Oleh
karena itu level butirat darah portal darah sistemik adalah sangat rendah.
Sampai dengan 50% propionat akan dimetabolisme menjadi laktat dan pyruvat
selama penyerapan. Relatif sedikit asetat yang digunakan untuk hal lain
dibanding sebagai sumber energi oleh ephitelium rumen dan otot.
Metabolisme Asam-Asam Lemak Terbang (VFA)
Hati yang memberikan berbagai metabolit karbohidrat ke
dalam darah portal, tidak satupun berupa glukosa sebagaimana ruminansia. Asetat
dalam jumlah besar meninggalkan hati masuk ke aliran darah. Hanya VFA ini
(asetat) yang didapatkan dalam jumlah cukup besar dalam sirkulasi Peripheral.
Asetat difosforilasi menjadi Asetil- CoA dan masuk ke siklus TCA. Ia membutuhkan
2 senyawa berenergi tinggi agar menjadi aktif dan menghasilkan 12 molekul ATP
pada oksidasinya (3 NADH , 1 FADH , 1 ATP ). Oleh karena itu terdapat kenaikan
bersih 10 ATP per molekul asam asetat yang diserap. Asetat dapat juga digunakan
secara tepat untuk mensintesis lemak susu, khususnya asam-asam rantai pendek.
Asam propionat sebagian besar
dipindahkan dari darah portal oleh hati yang akan mengubahnya menjadi glukosa.
Kenyataannya, propionat inilah yang merupakan sumber glukosa utama bagi ruminansia
dan dalam hal sapi memproduksi 40 kg susu per hari, telah diestimasikan
disumbangkan sebanyak 60% dari yang dibutuhkan. Propionat yang diubah menjadi
glukosa, pertama kali masuk ke siklus TCA sebagai suksinil – CoA dengan cara
sebagai berikkut :
Senyawa ini membutuhkan 3 senyawa yang berenegi tinggi
dan melibatkan 2 vitamin yaitu Biotin dan vitamin B12. Jika reaksi oksaloasetat
– fosfoenolpyruvat tidak dapat balik, maka Suksinil CoA harus melampaui reaksi
ini dengan cara langsung ke Fosfoenolpyruvat dan sampai ke glukosa. Karena
oksaloasetat tidak dapat melewati membran mitokondria, sedangkan malat dapat, maka
Suksinil CoA akan diubah menjadi malat yang keluar menembus membran kemudian
diubah lagi menjadi oksaloasetat dan selanjutnya menjadi Fosfoenolpyruvat.
Fosfoenolpyruvat kemudian bergerak berkebalikan dengan glikolisis untuk
menghasilkan glukosa. Jika propionat diubah menjadi glukosa dan selanjutnya
menjadi CO dan H O akan terdapat kenaikan bersih 17 ATP per molekul atau 34 per
glukosa equivalent (C6). Hal ini berlainan dengan hasil dari glukosanya sendiri
yaitu 36 ATP.
Asam butirat yang diserap
sebagai benda-benda keton (Keton body) pada akhirnya dimetabolisme sebagai
Asetil – CoA. Produksi bersih ATP adalah 25 per molekul butirat.
Pencernaan
protein dalam retikulo-rumen. Protein
kasar yang masuk ke dalam retikulo-rumen berasal ransum dan saliva dalam bentuk
protein murni dan NPN. Perlu diketahui beberapa protein murni tidak dicerna
oleh jasad renik sehingga masuk ke abomasums masih utuh dan mengalami
pencernaan disini untuk selanjutnya diserap oleh usus halus.
Protein murni yang tak dapat menghindar dari
pencernaan di retikulo-rumen dicerna oleh peptidase jasad renik dan diuraikan
menjadi asam-asam amino, yang dapat (1) dipakai untuk sintesa protein jasad
renik, atau (2) dideaminasi untuk membentuk asam-asam organic, ammonia dan CO2.
Singkatnya sumber protein yang masuk abomasums ruminansia adalah sebagai
berikut :
1. Protein ransum dan saliva yang lolos dari aktivitas
jasad renik dan retikulo-rumen.
2. Protein jasad renik, yang berasal dari :
a. Asam-asam amino protein ransum dan saliva
b. Asam-asam amino yang berasal dari ammonia dari
asam-asam amino ter-deaminasi (langsung atau diubah sebagai urea)
c. Asam-asam amino yang berasal dari senyawa-senyawa
NPN ransum.
Pencernaan dan Absorbsi Lemak
dalam retikulo-rumen. Mekanisme pencernaan dan absorbsi lemak pada ruminansia
beragam umur, mekanisme pada anak sapi yang baru dilahirkan atau anak kambing
yang mempunyai rumen tidak berfungsi. Pada ruminansia dewasa semua lemak ransum
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol oleh mikroflora rumen.
Hidrogenasi asam-asam lemak yang tidak jenuh sangat banyak berlangsung dalam
rumen. Dengan demikian lemak yang masuk ke dalam usus halus mengandung
asam-asam lemak bebas jenuh dalam jumlah yang tinggi dan sedikit monogliserida.
Pemasukan lemak dalam jumlah
besar memperlambat pelepasan digesta melalui saluran pencernaan. Adanya lemak
dalam usus halu menahan aktivitas otot dari perut dan dengan demikian
meperlambat pengosongan perut. Ransum yang berlemak lebih dikatakan dalam
keadaan “diam” daripada ransum yang mengandung lemak rendah. Mekanisme umpan
balik ini memberi dorongan pencernaan dan absorbsi lemak optimum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar